Sabtu, 07 Mei 2016

Terima Kasih Ibu

hai hai, senangnya author bisa balik lagi buat nulis. Ceritanya lagi rajin. malem ini author posting dua posts yang... hm... menguras emosi. Gak ada kesamaan topik, tapi buat yang di post ini, author cuma mau posting sebuah cerpen yang author tulis waktu masih semester satu wkwkwkw xD. No offense, just for self-reminder. cerpen ini di dedikasiin buat mamaku tercinta. I love you mom, as always. dan author sadar banget kalo ini tekninya penulisannya masih jelek, but that's okay. karya ini masih original. just enjoy the story ;) *wink*



Terima Kasih Ibu

Siang itu, di tengah hiruk-pikuk kota Bandung, adalah hari yang cerah dan cukup ramai di sebuah persimpangan di daerah Samsat. Seorang gadis kecil berusia tujuh tahun sedang berjalan sambil digandeng lengannya oleh ibunya.
“Bu, bolehkah aku memiliki boneka itu ?” tanya si gadis kecil pada ibunya.
“bolehkah ibu bertanya lebih dulu ?” ibunya balik bertanya yang kemudian dibalas anggukan kecil oleh anaknya. “kalau kamu dewasa nanti, kamu ingin menjadi apa ?”
Gadis kecil itu tersenyum pada ibunya sambil membalas dengan ceria, “aku ingin menjadi cantik seperti ibu. Boleh, kan ?”
Dengan gemas sang ibu mencubit pipi gadis kecilnya. “tentu saja, tapi ibu ingin meminta satu hal padamu. Boleh ?”
“boleh.” Jawab gadis kecil itu seraya mengangguk.
“ibu ingin, kamu menjadi anak yang sukses dan rendah hati. Bagaimana ?”
“rendah hati itu apa ?”
“rendah hati itu artinya kamu harus menjadi anak yang baik, tidak sombong dan suka menolong siapapun. Bagaimana ? apa permintaan ibu menyulitkanmu ?”
“tidak. Ibu kan, bilang aku baik jadi aku pasti bisa melakukannya.”
“anak pintar.” Puji sang ibu sambil mengelus puncak kepala anaknya.
Sepanjang perjalanan, yang di tempuh dengan berjalan kaki,  ibu dan anak itu masih bergandengan dan bernyanyi. Perjalanan dari lapak kecil sang ibu menuju rumah mereka cukup jauh dan melelahkan.
“ibu, lihat ! apa aku boleh memilikinya ? aku ingin buku itu, aku ingin menulis bu.” Tunjuk si gadis kecil sambil menarik lengan ibunya menuju sebuah toko kecil di gang dekat rumah mereka.
Ibunya menghembuskan nafas panjang seraya melihat wajah polos anaknya. “tentu saja kamu boleh memilikinya.” Jawabnya sambil tersenyum. Membuat gadis kecilnya tersenyum cerah.
Sang ibu membuka dompet kecilnya dan menemukan receh empat puluh ribuan lusuh didalamnya. Setelah anaknya mengambil sebuah buku dan pensil, ibu itu membayarnya dan menyisakan uang dua puluh ribuan receh di dompetnya.
“terimakasih, Bu.” Anaknya berkata ceria.
            Keesokan harinya, di rumah petak mereka, si gadis kecil berseru gembira pada ibunya. “Bu lihat ! apa tulisanku sudah bagus ? dan coba dengar, aku akan membacakannya untuk Ibu.” Kata si gadis kecil dengan nada ceria.
            “coba ibu dengar.”
            “aku sayang ibu, ibu sayang aku. Aku sedang membaca. Aku pandai membaca. Aku pandai menulis. Aku cantik. Ibu cantik. Aku rindu ayah.” Seketika raut si gadis kecil memburam. “Bu, ayah pergi kemana ?” mata anak itu berkaca-kaca.
            “ayah sedang bertemu dengan Tuhan, sayang.” ucap ibunya lembut sambil mendekap anaknya di tengah temaram lampu rumah petak mereka.
            “kapan ayah akan pulang ? apa aku akan bertemu dengan ayah ?”
            “tentu saja. Kata ayah kamu anak terhebat yang pernah ayah miliki. suatu saat, kita akan bertemu dengan ayah.” Hibur sang ibu dengan hati yang teriris.
            Si gadis kecil seketika tersenyum cerah. “sungguh ? asiiik !!! nah sekarang kata ibu tulisanku bagus gak ?”
            “bagus. Kamu memang hebat. Kamu sudah bisa menulis dan membaca.”
            “kalau begitu, apa aku boleh sekolah ? aku ingin sekolah bu.”
            “ibu juga ingin kamu sekolah, tapi... biar ibu pikirkan dulu.” Mata gadis kecil itu kembali berkaca-kaca, membuat ibunya luluh. “baiklah, bagaimanapun caranya. Ibu akan menyekolahkanmu tahun ini.”
            “asiiiik !!! terimakasih ibu.”
            (dua minggu kemudian tepat saat tahun ajaran baru)
            “bagaimana ? kau suka seragamnya, sayang ?” tanya sang ibu.
            “suka bu, sukaaaaa sekali ! terimakasih ibu.” Si gadis kecil berhambur ke pelukan ibunya.
            “bagus kalau begitu. Berarti mulai sekarang kamu harus belajar dengan giat dan menjadi sukses. Bagaimana ?”
            “ tentu bu !”
            “baiklah, sekarang kamu masuk kelas. Bel sekolah sudah berbunyi.” Pinta ibunya yang hari itu terlihat pucat.
            “baik bu. Seteleh bel pulang berbunyi, aku akan menunggu ibu di sekolah.”
            “anak pintar.”
            Begitu si gadis kecil pulang ke rumah, dengan bangga ia berkata pada ibunya, “bu, lihat ! aku mandapat nilai seratus hari ini. Pelajarannya mudah sekali bu, sekolah ternyata menyenangkan ya bu ?” seru si gadis kecil ceria begitu dalam perjalanan menuju rumah.
            “kamu memang anak yang hebat.”
            “bu, bolehkah aku minta sesuatu ?”
            “boleh sayang.”
            “aku ingin boneka yang kita lihat lihat itu bu. Boleh ?”
            Sang ibu tersenyum lalu mengangguk. Wajahnya yang pucat terlihat begitu lemah. “boleh sayang. Asal kamu rajin belajar, ibu akan belikan.”
            Begitu si gadis kecil mendapatkan bonekanya, sebuah pemandangan menarik perhatiannya. “bu lihat, kucing besar itu menggigit leher kucing kecil itu. Aku harus membantu kucing kecil itu bu.”
            “tidak sayang, kucing besar itu ibu kucing kecil itu. Itulah cara ibu kucing melindungi dan menyayngi anaknya.”
            “oh begitu...  tapi kenapa di gigit ? nanti kucing itu berdarah.”
            “begitulah cara mereka. Seorang ibu, akan melakukan apapun untuk melindungi dan membahagiakan anaknya.”
            Sisa perjalanan menuju rumah, mereka bernyanyi bersama. Namun, begitu tiba di rumah, sang ibu jatuh terkulai di depan rumah mereka. Si gadis kecil panik dan ketakutan, terlebih ketika mendapati baju ibunya bersimbah darah. Berkali-kali ia meneriakan ibunya, namun ibunya tidak bagun. Hingga seorang tetangga melihat kejadian itu dan membawa sang ibu ke rumah sakit terdekat.
            Berjam-jam si gadis kecil menunggu di koridor ruang UGD sambil menangis. Tetangga terdekatnya berkali-kali menenangkannya dan menenaminya. Hingga akhirnya seorang dokter keluar ruangan tersebut.
            “dimana keluarga pasien..”
            “Pak dokter, bagaimana keadaan ibu ?” Si gadis kecil menyela sambil menangis tersedu-sedu.
            “apa bapak dan ibu adalah keluarganya ?” tanya sang dokter.
            “bukan Dok, kami tetangganya. Suaminya sudah meninggal dan ia hanya tinggal dengan anaknya.” Kata sang tetangga sambil merangkul pundak si gadis kecil.
            “begini Bu, Pak, kami telah melakukan yang terbaik. Sebelumnya, pasien pernah datang ke rumah sakit kami. Pada saat itu,  seorang pasien lain membutuhkan donor ginjal. Lalu, pasien bersedia menjual ginjalnya karena dia bilang dia ingin menyekolahkan anaknya. Keluarga pasien yang membutuhkan donor setuju, berhubung pendonor memiliki golongan darah dan rhesus yang sama. Awalnya pasien pulih setelah operasi tersebut, pemulihannyapun tidak lama. Akan tetapi, sepertinya pasien lupa untuk memeriksa kesehatan pasca operasinya, sehingga luka bekas operasinya yang baru mengering kembali basah dan terjadi infeksi karena penggunaan air yang tidak bersih. Selain itu, pasien mengalami pendarahan sehingga kekurangan darah menjadi penyebab utamanya. Kami telah melakukan yang terbaik, mohon maaf.”
            “Om, pak dokter bilang apa Om ? Tente, ibuku mana ? aku mau lihat ibu.” Rengek si gadis kecil.
            Sang tetangga sangat terkejut begitu mendengar kabar itu, di rangkulnya si gadis kecil dengan erat. “sayang, kamu sekarang tinggal sama Om dan Tante ya ? mamamu sedang bertemu dengan Tuhan. Kamu mau kan tinggal dengan kami ?” tawar sang tetangga. Mereka amat bersimpati dengan kejadian ini. Terlebih karena mereka memang sudah lama bertetangga dekat dan mereka juga belum dikaruniai anak.
            “ibu... aku mau ketemu ibu, Tante, Om.” Rengek si gadis kecil. Namun dalam hatinya, ia sudah cukup mengerti. Mamanya telah pergi bersama ayahnya, kini ia sendiri. Seketika, ia teringat dengan ucapan ibunya.
Seorang ibu, akan melakukan apapun untuk melindungi dan membahagiakan anaknya.

“terimaksih ibu, aku sayang ibu.” Lirih si gadis kecil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar