Ah, Mandi Sore !
Author : Sunny
Ah,
Mandi Sore !
Pancuran air hangat berhenti membasahi tubuhku. Rasa
pegal dan lengket akibat beraktivitas seharian di kampus kini hilang terbilas
sabun dan air. Aku mengeringkan tubuhku dengan handuk dan bergegas memakai
pakaian bersih. Kebiasaan mandi sore ini sebenarnya baru kembali aku rasakan,
setelah sebelumnya ya... iya, aku jarang mandi sore. Kegiatanku yang sangat
padat membuatku sering pulang malam dan langsung tertidur karena lelah. Aku
bahkan sering melewatkan makan malamku. Sungguh kebiasaan yang buruk. Aku dulu
bahkan tak pernah berpikir dua kali untuk tidak mandi sore dan tidak makan.
Namun semuanya kini hanya tinggal kebiasaan buruk lama yang sudah kutanggalkan.
Kalau kau berpikir aku jorok, maka coba kau pertimbangkan
lagi pemikiranmu itu. Setidaknya, aku tidak pernah terkena penyakit kulit
serius selain pernah beberapa kali berjerawat karena siklus mensturasi yang
tidak wajar dan beban pikiran yang membuatku stress. Aku tetap menerapkan hidup
bersih dan berusaha hidup sehat.
“putri ibu tambah cantik aja, jadi rajin mandi, lagi.
udah punya pacar ya ?”
“aku rajin mandi salah, aku males mandi salah. Lalu aku
harus bagaimana, bu ?”
“jangan tersinggung, ibu hanya bertanya. Ya baguslah
kalau kamu jadi rajin mandi. Anak gadis kan memang seharusnya begitu.” Ibu
memberi jeda sejenak, sebelum melanjutkan, “jadi, udah punya pacar ? masa kamu
belum pernah pacaran juga ?”
“belum bu.” Aku merasa berbohong.
Iya, setelah aku pikirkan, aku sekarang baru mengerti
maksud istilah “punya pacar maka boros
sabun”, karena itulah yang mungkin dulu aku alami. Paling tidak begitulah
pemikiranku tentang “boros sabun” itu. Kalau aku tetap mandi sehari sekali,
mungkin persediaan sabun di rumah bisa lebih awet untuk kira-kira seminggu
lamanya. Aku tertawa memikirkan hal itu.
“lah, kamu kan sudah dibolehkan pacaran. Carilah pacar.”
“apa ibu gak salah ? seharusnya aku yang dicari, bukan
mencari.” Balasku dengan intonasi yang naik sedikit. Aku menggeram dalam hati, malah curhat.
“nah nah, kamu emosi itu.” Goda ibu sambil tersenyum
penuh arti. Aku merengut. “ya sudah, ibu mau buat teh dulu. Kamu mau ?”
Aku mengangguk sebelum ibu beranjak ke dapur.
Aku bertopang dagu di atas pahaku yang menyilang. Sial,
beraninya sekali dia membuatku mengikuti kemaunnya. Cowok brengsek ! Tapi, saat
itu aku juga yang salah. Aku terlalu menyayanginya, maka dari itu aku turuti
kemauannya. Cinta sungguh membutakan. Aku muak !
“walaupun cantik,
tapi kalau jarang mandi kan bau asem.” Godanya dengan gaya yang jenaka,
membuatku dulu antara ingin tertawa dan meringis. Sekarang, aku bergidik.
Seharusnya, kebiasaan mandi ini ikut putus juga setelah
kami putus. Nyatanya tidak ! aku malah semakin rajin mandi, semakin lama di
kamar mandi, semakin wangi dan semakin tak mengerti dengan perubahan ini. Oh
ayolah, aku ini ingin terlihat cantik di depan siapa ? ingin di puji siapa ?
bukankah dia juga tak akan melirikku
lagi, apalagi memujiku !
“Laura, bisa tolong siramkan air takjin ini ke pohon
mangga ? ibu lupa menyiramnya setelah masak nasi tadi.”
Aku mengangguk patuh.
“sementara itu, ibu mau siapin teh dan bolu. Kita minum
teh bareng ya ? kan sudah lama kamu tidak pulang sore.”
Aku mengangguk lagi, kali ini sambil tersenyum. Lantas
aku berjalan menuju beranda rumah, menyiram pohon manggaku yang usianya mungkin
sudah empat belas tahun. selepas menyiram pohon dan tanaman lainnya dengan sisa
air, aku melihat-lihat sekitarku. Rasanya sudah lama aku tidak merasakan nuansa
sore hari. Melihat senja.
Sekelompok anak kecil berlarian, anak tetanggaku, mereka
sedang bermain Domikado. Aku tersenyum pada mereka, beberapa yang mengenaliku
memanggilku, mengajak ikut bermain. Setelah puas bermanja dengan senja, aku
masuk lagi ke dalam rumah. Di meja tamu sudah ada sepiring bolu, poci dan dua
cangkir. Aku merasa seperti putri raja.
“ini, ayo diminum. Sudah lama kan, tidak ngeteh bareng
ibu ?”
Aku terkekeh, ibu benar.
Momen minum teh itu berlangsung khikmad. Aku dan ibu
saling bergurau dengan santai, layaknya teman sebaya. Saling menceritakan
masa-masa yang menyenangkan. Saling mendengarkan.
“Mama Laura,” panggil seseorang dari beranda rumah. Aku
dan ibu berhenti bicara, lantas ibu segera keluar setelah memberi isyarat
dengan matanya. Siapa ?
Aku menunggu ibu kembali
sambil mengambil potongan ketiga bolu coklat kesukaanku. Tak lama ibu kembali
dengan senyum lebar, menatapku penuh arti.
“tadi Mamanya Dicky ngasihin undangan, syukuran rumah
baru.”
Aku mengangguk, “ohh...”
Ibu masih tersenyum penuh arti padaku, belum selesai
bicara.
“kamu pacaran sama Dicky ya ?”
Aku tersedak, lalu menggeleng cepat.
“tadi mama
Dicky bilang, Dicky titip salam buat Laura. Kata Dicky, Laura makin cantik.”
Aku
membatu. Darahku berdesir cepat. Dicky, laki-laki itu kan yang tadi sore...
astaga !
Aku akan
semakin rajin mandi sore, aku berjanji !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar